Tuesday, July 1, 2014

SENGKETA CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA-EROPA (LINGKUNGAN HIDUP DAN PERSAINGAN DAGANG GLOBAL)


ANTARA/Andika Wahyu
Eropa adalah organisasi kawasan yang berkembang sejak akhir perang dunia II dan resmi terbentuk menjadi Uni Eropa ada tahun 1992 melalui perjanjian Maastricht. Eropa merupakan organisasi kawasan yang unik karena anggotanya menyerahkan sebagian kedaulatannya pada Uni Eropa, dan Uni Eropa sendiri mempunyai pengaruh yang menembus negara-negara anggota seperti dalam bidang hukum, peraturan, dan jabatan komunitas. Terbentuknya Uni Eropa ini membuat negara telah menjadi terlalu besar untuk hal-hal kecil dan terlalu kecil untuk hal-hal besar.

Uni Eropa dalam perkembangannya saat ini menjadi lebih memiliki kewenangan terhadap apa saja yang dilakukan negara anggota, mulai dari sektor ekonomi, perdagangan, moneter, keamanan, dan sosial budaya. dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut tentang wewenang Uni Eropa dalam mengatur perdagangan antar negara dengan Uni Eropa. Eropa sudah seperti sebuah  negara yang mampu memberlakukan proteksi perdagangan dalam kawasan yang menentukan suatu produk dapat masuk atau tidak dalam kawasan Eropa. Seperti dijelaskan sebelumnya, hal inilah yang membuat Eropa unik dan berbeda dari organisasi kawasan lainnya.[1]

Eropa sebagai kawasan yang anggotanya adalah negara-negara maju dan sejahtera, maka kualitas hidup disana-pun sangat baik. Kualitas hidup yang baik ini mendorong penggunaan produk-produk sehat dan ramah lingkungan disana. Perkembangan ini membuat inovasi teknologi terus berjalan dan berusaha memnuhi standar hidup masyarakat Eropa yang tinggi. Akibatnya banyak bermunculan teknologi dan produk berkualitas tinggi dan pastinya ramah lingkungan. Dengan standar yang tinggi ini, tak jaeang produk dari negara lain terhambat dan bahkan dilarang masuk ke Eropa. Indonesia tak luput dari efek standar tinggi Eropa ini. Produk Crude Palm Oil (CPO) Indonesia baru-baru ini dikenakan bea masuk karena dianggar CPO Indonesia tidak sehat dan tidak ramah lingkungan.

Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia merasa dirugikan dengan kebijakan bea masuk oleh Eropa tersebut. Dengan total produksi hampir 30 juta ton CPO per-tahun, yang mana 70%-nya untuk pasar ekspor, termasuk Eropa di dalamnya. Eropa sebagai salah satu tujuan eksoir Indonesia yang memiliki potensi besar, membuat Indonesia mengalami kerugian karena kinerja ekspor CPO Indonesia terhambat. Pengenaan bea masuk ini sebenarnya juga merugikan Eropa, sebab dari 6,3 juta ton kebutuhan CPO Eropa, Indonesia memasok 3,5 juta tonnya. Adanya biaya tambahan ini membuat harga CPO Indonesia menjadi naik dan mengancam keberlangsungan industri pengolahan CPO di EROPA yang mengandalkan CPO dari Indonesia. 
Pemberlakuan bea masuk CPO Indonesia ini disebabkan oleh kampanue hitam di Eropa yang dilakukan sejak tahun 1980 oleh NGO disana. Awalnya tahun 1980 itu isu yang igunakan adalah isu kesehatan yang menyatakan CPO Indonesia mengandung lemak jenuh. Kemudia mulai tahun 1990 sampai sekarang ini isu yang difunakan adalah isu leingkungan, seperti: deforestasi dan merusak lingkungan hutan. Bahkan sekarang ini berkembang menjadi isu pemanasan global, merusak habitat orang utan, dan merusak keanekaragaman hayati.

Penggunaan isu kesehatan dan lingkungan hidup dalam hubungan internasional dan perdadgangan global sering difunakan oleh negara maju untuk negara miskin dan berkembang untuk membuat mereka tergantung pada negara maju. Selain itu isu tersebut juga digunakan untuk melindungi industri dalam negeri negara-negara maju agar tetap mendapatkan pasar dan mampu bersaing. Pada kenyataannya memang negara miskin dan negara berkembang kualitas kesehatan dan lingkungannya belum sebaik pada negara maju. Perbedaan kualitas inilah yang akhirnya mmebuat negara miskin dan berkembang susah masuk kedalam pasar negara maju, namun sebaliknya negara maju dengan sangat mudah dapat masuk ke pasar di negara miskin dan berkembang lalu menguasai pasar di negara tersebut.

Dalam perdagangan global, penggunaan isu dan perbedaan kualitas ini telah diantisipasi oleh WTO yang bertugas sebagai lembaga perdagangan dunia. WTO menyatakan dalam hubungan dagang, tidak boleh ada aturan yang dapat menghambat perdagangan, karena dengan terhambatnya perdagangan maka dapat menghambat pengurangan kemiskinan di negara yang terkena hambatan dagang tersebut. Namun pada kenyataanya semua negara memberlakukan kebijakan proteksi baik yang terlihat jelas maupun tidak. Pada kasus penetapan bea masuk CPO Indonesia oleh Uni Eropa ini misalnya, merupakan bentuk proteksi terhadap industri nabati di Eropa. Karena ditakutkan CPO Indonesia dapat mematikan industri sejenis yang ada di Eropa. Penetapan bea masuk ini dilakukan Eropa dengan menggunakan isu lingkungan hidup, sementara bagi pengusaha, kebijakan ini sebenarnya untuk mengurangi dominasi CPO Indonesia di Eropa sebagai bentuk persaingan dagang nabati antara Indonesia dan Eropa.

Jika dilihat lebih jauh, alasan lingkungan hidup yang digunakan Eropa sebenarnya juga dapat membantu Indonesia dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Dengan standar internasional yang tinggi melalui sertifikasi CPO dengan RSPO, Indonesia akhirnya menerapkan peraturan sertifikasi nasional melalui ISPO yang wajib dilakukan semua perusahaan dan petani sawit di Indonesia agar menghasilkan CPO yang berkelanjutan dan diakui internasional.

Khusus tentang CPO berkelanjutan, saat ini Indonesia adalah negara penghasil CPO berkelanjutan terbesar di dunia, dengan produksi 4,5 juta ton CPO dari 8,5-9,7 juta ton CPO berkelanjutan di dunia. Jika memang Eropa menuntut CPO Indonesia yang masuk kesana adalah CPO yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, maka sebenarnya Indonesia sudah bisa masuk disana, karena 4,5 juta ton CPO berkelanjutan dari Indonesia sudah mampu memenuhi separo lebih kebutuhan CPO Eropa.

Namun meskipun dengan kenyataan tersebut CPO Indonesia masih dikenakan bea masuk oleh Eropa, maka yang terlihat disini adalah sebuah persaingan dagang antara Eropa dan Indonesia. Maka dari itu Indonesia harus mampu melawan persaingan dagang yang menggunakan isu lingkungan hidup ini dengan melakukan “balasan” terhadap produk sejenis dari Eropa. Asosiasi petani kelapa sawit indonesa bahkan pernah mengusulkan untuk memboikot produk sejenis dari Eropa. Menurut asmar arsjad, tuduhan Eropa itu tidak adil dan beralasan, karena menurutnya Eropa menuduh CPO Indonesia lebih murah karena disubsidi oleh pemerintah. Padahal harga CPO Indonesia lebih murah karena produktifitasnya yang tinggi dan mampu berproduksi dengan efisien. Sehingga dengan harga CPO Indonesia yang lebih murah, maka digunakanlah isu lingkungan dan dumping untuk melindungi industri sejenis di Eropa yang harganya lebih mahal.

Sebagai negara produsen CPO terbesar dunia, sudah semestinya Indonesia mampu membuktikan pada dunia bahwa produknya ramah lingkungan, sehat, dan sesuai dengan standar internasional. Sertifikasi ISPO perlu terus dijalankan agar produk dari Indonesia lebih jelas dan terbukti berkelanjutan. Pemerintah juga perlu menekan produsen untk juga melakukan sertifikasi RSPO yang sikalanya internasional. Negosiasi yang dilakukan Indonesia saat ini untuk menyatukan ISPO dan RSPO perlu lebih intensif dilakukan agar mencapai kata sepakat. Penyatuan ini akan menghasilkan proses yang lebih efektif dan efisien dalam sertifikasi CPO berkelanjutan, karena jika penyatuan ini berhasil, petani dan produsen CPO yang sudah melakukan ISPO tidak perlu mengikuti RSPO dari awal, cukup dalam beberapa aspek saja yang belum dilakukan dalam ISPO. Negosiasi ISPO-RSPO ini seharusnya dapat dicapai karena Indonesia sudah berpengalaman dalam kasus sertifikasi kayu dan produk kayu yang merupakan satu-satunya negara yang memenuhi standar Eropa. Sehingga kayu yang sudah disertifikasi di Indonesia tak perlu diperiksa ulang oleh Eropa. Sertifikasi CPO ini juga diharapkan dapat berjalan baik dan menyusul produk kayu yang sebelumnya sudah diakui oleh Eropa.

Referensi:
Buku Pengantar Politik Global
Berita sengketa CPO Indonesia-Eropa dalam situs:
·        - Tribunnews.com
·        - Merdeka.com
·        - Pikiran rakyat online
·        - Tempo.co
·        - Beritasatu.com
·        - Mongabay.co.id
·        - Liputan6.com
·        - Metrotvnews.com
·        - Detik.com




[1] Pembahasan lebih lanjut tentang Uni Eropa dapat dibaca dalam buku Pengantar Politik Global.

No comments:

Post a Comment