B. Kriteria Keadaan Darurat
Pengaturan dalam UUD 1945 tidak dilakukan secara tegas sehinga sulit mengetahui apakah suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat. Perppu No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya membagi keadaan darurat menjadi tiga yakni darurat sipil, darurat militer, dan darurat perang. Undang-undang tersebut mengatur kriteria untuk menentukan suatu keadaan darurat :
1. Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat kelengkapan negara secara biasa.
2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah negara republik Indonesia
Keputusan pemberlakuan keadaan darurat dilakukan oleh presiden melalui peraturan presiden (perpres). Hal ini berdasarkan UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Keadaan yang seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai keadan berbahaya atau darurat? Ada banyak pendapat dan doktrin dari para ahli hukum mengenai hal ini. Namun simpulan dari Jimly Asshiddiqie menyatakan:
1. Keadaan bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar
2. Keadaan bahaya karena tentara nasional sedang berperang di luar negeri
3. Keadaan bahaya karena perang di dalam negeri atu pemberontakan
4. Keadaan bahaya karena kerusuhan sosial
5. Keadaan bahaya karena bencana alam
6. Keadaan bahaya karena tertib hukum dan administrasi yang terganggu
7. Keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara
8. Keadaan lain dimana fungsi konstitusional tidak dapat bekerja
Selain beberapa kriteria keadaan darurat diatas yang sampai saat ini belum ada ketentuan jelas dalam UUD 1945 sehingga melahirkan banyak tafsiran tentang keadaan darurat. Ada juga beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pihak berwenang dalam menghadapi keadaan darurat ini, antara lain :
1. Asas Proklamasi
Keadaan darurat harus diumumkan atau diproklamirkan kepada seluruh masyarakat. Bila keadaan darurat tersebut tidak diproklamirkan maka tindakan yang diambil oleh pemerintah tidak mendapat keabsahan.
2. Asas Legalitas
Asas legalitas disini berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh negara dalam keadaan darurat. Tindakan yang diambil harus tetap dalam koridor hukum, baik hukum nasional maupun hukum internasional.
3. Asas Komunikasi
Negara yang mengalami keadaan darurat harus mengkomunikasikan keadaan tersebut kepada seluruh warga negara. Selain kepada warganya pemerintah juga harus memberitahukan kepada negara lain secara resmi. Pemberitahuan dilakukan melalui perwakilan negara bersangkutan dan kepada pelapor khusus PBB “special rapporteur on state of emergency”
4. Asas Kesementaraan
Dalam penetapan keadaan darurat harus ada kepastian hukum yakni jangka waktu pemberlakuan keadaan darurat. Hal ini dikarenakan negara dalam keadaan darurat dapat mencederai hak dasar warga negara. Sehingga pemberlakuan keadaan darurat harus jelas mengenai awal pemberlakuan dan waktu berakhirnya.
5. Asas Keistimewaan Ancaman
Krisis yang menimbulkan keadaaan darurat harus benar-benar terjadi atau minimal mengandung potensi bahaya yang siap mengancam negara. Ancaman yang ada haruslah bersifat istimewa. Keistimewaan tersebut karena menimbulkan ancaman terhadap nyawa, fisik, harta-benda, kedaulatan, keselamatan dan eksistensi negara, atau peri kehidupan bersama dalam sebuah negara.
6. Asas Proporsionalitas
Tujuan pemberlakuan keadaan darurat adalah agar negara dapat mengembalikan dalam keadaan semula dengan waktu yang cepat. Oleh karena itu tindakan yang diambil haruslah tepat sesuai dengan gejala yang terjadi. Jangan sampai negara mengambil tindakan yang tidak sesuai dan cenderung berlebihan.
7. Asas Intangibility
Asas ini terkait dengan hak asasi manusia. Dalam keadaan darurat pemerintah tidak boleh membubarkan organ pendampingnya yakni legislatif maupun yudikatif.
8. Asas Pengawasan
Pemberlakuan keadaan darurat juga harus mendapatkan kontrol. Harus mematuhi prinsip negara hukum dan demokrasi. Parlemen harus mengawasi jalannya keadaan darurat sebagai bentuk mekanisme “check and balances”.keadaan darurat tidak mengurangi kewenangan mengawasi kebijakan yang diambil pemerintah.
Baca juga:
A. Definisi Keadaan Darurat
C. Pihak yang Berwenang dalam Keadaan Darurat
Baca juga:
A. Definisi Keadaan Darurat
C. Pihak yang Berwenang dalam Keadaan Darurat
tulisan lengkap bisa download disini
No comments:
Post a Comment